Sabtu, 17 Mei 2014

Bukan Rekta



Aku hujat ia
Ya benar, ia dan segala sesuatu yang melekat padanya
Dari setiap kata yang keluar dari mulutnya sampai setiap senti gerak tubuhnya
Bahkan juga untuk setiap pikiran yang terlintas di otaknya
Sebut saja namanya Rekta
Beberapa tahun setelah kuhujat ia, tersadar aku dalam senyum kekalahan
Setiap kata yang keluar dari mulutku adalah setiap kata yang juga terlontar dari mulutnya
Setiap senti gerak tubuhku tak ubahnya gerak tubuhnya
Dan setiap pikiran yang terlintas di otaknya tak berbeda jauh dengan pikiran yang melintas di otaknya
Ah aku menyukainya, tapi ia bukan Rekta
Ia tak ubahnya hanyalah permainan kata yang tersusun sedemikian rupa
Hingga terkadang bisa bermakna ganda dan membuat pembaca jadi gila
Dia bukan Rekta, tapi ia hanyalah rangkaian kata yang tersusun sedemikian rupa

--------------------------------------------------------END--------------------------------------------------------------------
Epilog :
Pagi- pagi sudah terbangun dan hal pertama yang aku lakukan hari ini adalah ingin membaca novel. Namun, baru membuka beberapa lembar halaman muka tiba-tiba beberapa kata mulai terangkai di otakku sampai akhirnya kubuka M. Word dan kutuangkan beberapa mililiter rangkaian kata di atas. Rangkaian kata di atas merupakan cerminan diriku, tentang awal dan akhir aku bisa jatuh hati pada rangkaian kata. Rekta adalah saudara jauhku yang sedari awal sudah mendeklarasikan dirinya untuk menjadi pengikut rangkaian kata. Dulu, aku hujat rangkaian katanya, aku hujat pula segala tingkah yang ia lakukan demi bisa merangkai kata, tak luput aku hujat pula rangkaian kata yang melintas di otaknya. Namun, setelah beberapa tahun aku tersadar aku jatuh hati pada apa yang ia cintai, rangkaian kata, aku melakukan hal yang sama yang ia lakukan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar