Korupsi
memang tidak pernah lepas dari kehidupan politik negara kita. Malahan korupsi
Negara kita-lah yang menyumbangkan
peringkat teratas untuk kategori Negara yang paling tinggi tingkat
korupsinya di dunia. Namun bukan hanya
korupsi yang sering mewarnai politik di Indonesia, salah satunya adalah suap-menyuap .
Masyarakat
awam melihat orang-orang yang korupsi hanya dari media massa dan media cetak
saja,padahal kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan para
politikus-politikus itu. Kita juga tidak pernah tahu mungkin saja hampir semua
dari mereka bisa duduk dikursi - kursi itu
juga dari cara yang kurang halal.Ya salah satu caranya dengan
suap-menyuap. Ketika masa pemilu datang para partai berlomba-lomba untuk
menjadi pemenang ,tapi betapa menyedihkannya ketika para mereka itu juga
merasuki pikiran rakyat dan para pemuda dengan berbagai money-nya. Siapa yang
money-nya paling banyak bisa lebih aman dari yang lain, dan orang mana yang dia
begitu miskinnya sehingga dia menolak uang cuma-cuma dan itu benar-benar
terjadi Indonesia bahkan di suatu pedesaan. Dan betapa menyedihkannya ketika
hal itu dilakukan berulang-ulang kali sehingga sudah menjadi seperti kebiasaan
di masyarakat. Dan sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi.
Betapa
pintarnya mereka yang telah mengajarkan atau menyebarluaskan kepada orang awam
bahkan orang desa untuk belajar suap-menyuap. Ataukah betapa bodohnya mereka
yang mau dibodohi oleh orang awam yang sejatinya orang awam itu akan memilih
orang yang memang menjadi pilihan hatinya bukan orang yang telah memberinya
money yang sekian-sekian itu. Atau masyarakat justru lebih memilih
golput, golput juga adalah sebuah pilihan. Sebuah pilihan yang cukup bijak.
Atau
pilihan lainnya adalah uang yang digunakan untuk suap menyuap itu, yang tiap orang mendapat
jatah sekian-sekian itu dikumpulkan jadi satu lalu digunakan untuk memperbaiki
fasilitas pendidikan di Indonesia yang sudah tidak karuan bentuknya, yang
sekolah-sekolahnya sudah reyot-reyot dan atapnya bocor yang menyebabkan para
murid tidak bisa mendengar penjelasan guru dengan baik dan akhirnya mereka
menjadi politikus yang seperti tadi. Kalau sekolah-sekolah itu diperbaiki mungkin
saja para calon politikus bisa belajar dengan nyaman dan bisa mendengarkan
pelajaran dengan baik sehingga mereka akan menjadi politikus yang benar-benar
benar dan tidak gampang dibodohi oleh orang - orang awam lagi.
Diketik oleh Septin Mulatsih Rezki pada 18 Juni 2011