Sabtu, 12 April 2014

Akar SUAP



Korupsi memang tidak pernah lepas dari kehidupan politik negara kita. Malahan korupsi Negara kita-lah yang menyumbangkan  peringkat teratas untuk kategori Negara yang paling tinggi tingkat korupsinya  di dunia. Namun bukan hanya korupsi yang sering mewarnai politik di Indonesia, salah satunya adalah suap-menyuap .
Masyarakat awam melihat orang-orang yang korupsi hanya dari media massa dan media cetak saja,padahal kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan para politikus-politikus itu. Kita juga tidak pernah tahu mungkin saja hampir semua dari mereka bisa duduk dikursi - kursi itu  juga dari cara yang kurang halal.Ya salah satu caranya dengan suap-menyuap. Ketika masa pemilu datang para partai berlomba-lomba untuk menjadi pemenang ,tapi betapa menyedihkannya ketika para mereka itu juga merasuki pikiran rakyat dan para pemuda dengan berbagai money-nya. Siapa yang money-nya paling banyak bisa lebih aman dari yang lain, dan orang mana yang dia begitu miskinnya sehingga dia menolak uang cuma-cuma dan itu benar-benar terjadi Indonesia bahkan di suatu pedesaan. Dan betapa menyedihkannya ketika hal itu dilakukan berulang-ulang kali sehingga sudah menjadi seperti kebiasaan di masyarakat. Dan sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi.
Betapa pintarnya mereka yang telah mengajarkan atau menyebarluaskan kepada orang awam bahkan orang desa untuk belajar suap-menyuap. Ataukah betapa bodohnya mereka yang mau dibodohi oleh orang awam yang sejatinya orang awam itu akan memilih orang yang memang menjadi pilihan hatinya bukan orang yang telah memberinya money yang sekian-sekian itu. Atau masyarakat justru lebih memilih golput, golput juga adalah sebuah pilihan. Sebuah pilihan yang cukup bijak.
Atau pilihan lainnya adalah uang yang digunakan untuk suap menyuap itu, yang tiap orang mendapat jatah sekian-sekian itu dikumpulkan jadi satu lalu digunakan untuk memperbaiki fasilitas pendidikan di Indonesia yang sudah tidak karuan bentuknya, yang sekolah-sekolahnya sudah reyot-reyot dan atapnya bocor yang menyebabkan para murid tidak bisa mendengar penjelasan guru dengan baik dan akhirnya mereka menjadi politikus yang seperti tadi. Kalau sekolah-sekolah itu diperbaiki mungkin saja para calon politikus bisa belajar dengan nyaman dan bisa mendengarkan pelajaran dengan baik sehingga mereka akan menjadi politikus yang benar-benar benar dan tidak gampang dibodohi oleh orang - orang awam lagi.

Diketik oleh Septin Mulatsih Rezki pada 18 Juni 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar