“Makasih, papa”
Aku memandangi wajah Dera yang sumringah, baru saja dapet jatah dari papa. “Dis, cepat ganti baju, nge-Maaaaaall !!!”
Dera menatapku sedetik, berlalu, berlenggang, berdendang, menghilang dibalik
pintu kamar. Papa menatapku, mengisyaratkan agar aku segera bersiap, menuruti
permintaan Dera, nge-Mall.
“Lihat Dis, cantik kan ?”, Dera menyodorkan baju tidur
sederhana berpolkadot biru, dan aku hanya mengiyakan dengan senyum dan
anggukan. “Baiklah, karena aku sedang bahagia, aku belikan buat kamu juga deh.”
Aku mengangkat bahu, pertanda pasrah, artinya terserah Dera. Lengan-langanku
mulai menggerutu membawa belanjaan Dera yang se-abrek, kaki-kakiku pun mulai
terseok-seok saat berjalan membawanya, entahlah, berapa toko yang sudah kami
singgahi, ah terserahlah, asalkan cepat selesai aku akan mengiyakan untuk Dera.
“Kak, ambil tiga ya, biru, merah dan hijau”
“Mohon ditunggu sebentar kak, saya buatkan notanya”
Mataku memicing, mendengar dialog Dera dengan SPG.
“Tiga ???”
“Yang hijau buat mama, Dis. Kembaran sama mama juga,
keren kan ?”
Aku menghela nafas, mengangkat bahu, pertanda pasrah, terserah
Dera. Air mata menggenangi mataku, kucoba menahannya agar tak tumpah. Dera memang
tidak gila, normal seperti gadis lainnya, bersekolah, berteman, gemar ngeMall,
hanya satu yang ganjil, depresi Dera. Sudah ratusan kali aku dan papa
menjelaskan kepergian Mama pada Dera, tapi nihil.
(Oleh : Septin Mulatsih Rezki)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar