Aku hujat ia
Ya benar, ia dan segala sesuatu yang melekat padanya
Dari setiap kata yang keluar dari mulutnya sampai setiap
senti gerak tubuhnya
Bahkan juga untuk setiap pikiran yang terlintas di
otaknya
Sebut saja namanya Rekta
Beberapa tahun setelah kuhujat ia, tersadar aku dalam
senyum kekalahan
Setiap kata yang keluar dari mulutku adalah setiap kata
yang juga terlontar dari mulutnya
Setiap senti gerak tubuhku tak ubahnya gerak tubuhnya
Dan setiap pikiran yang terlintas di otaknya tak berbeda jauh
dengan pikiran yang melintas di otaknya
Ah aku menyukainya, tapi ia bukan Rekta
Ia tak ubahnya hanyalah permainan kata yang tersusun
sedemikian rupa
Hingga terkadang bisa bermakna ganda dan membuat pembaca
jadi gila
Dia bukan Rekta, tapi ia hanyalah rangkaian kata yang
tersusun sedemikian rupa
--------------------------------------------------------END--------------------------------------------------------------------
Epilog :
Pagi-
pagi sudah terbangun dan hal pertama yang aku lakukan hari ini adalah ingin
membaca novel. Namun, baru membuka beberapa lembar halaman muka tiba-tiba
beberapa kata mulai terangkai di otakku sampai akhirnya kubuka M. Word dan
kutuangkan beberapa mililiter rangkaian kata di atas. Rangkaian kata di atas
merupakan cerminan diriku, tentang awal dan akhir aku bisa jatuh hati pada
rangkaian kata. Rekta adalah saudara jauhku yang sedari awal sudah mendeklarasikan
dirinya untuk menjadi pengikut rangkaian kata. Dulu, aku hujat rangkaian
katanya, aku hujat pula segala tingkah yang ia lakukan demi bisa merangkai
kata, tak luput aku hujat pula rangkaian kata yang melintas di otaknya. Namun,
setelah beberapa tahun aku tersadar aku jatuh hati pada apa yang ia cintai,
rangkaian kata, aku melakukan hal yang sama yang ia lakukan.