Sabtu, 17 Mei 2014

Bukan Rekta



Aku hujat ia
Ya benar, ia dan segala sesuatu yang melekat padanya
Dari setiap kata yang keluar dari mulutnya sampai setiap senti gerak tubuhnya
Bahkan juga untuk setiap pikiran yang terlintas di otaknya
Sebut saja namanya Rekta
Beberapa tahun setelah kuhujat ia, tersadar aku dalam senyum kekalahan
Setiap kata yang keluar dari mulutku adalah setiap kata yang juga terlontar dari mulutnya
Setiap senti gerak tubuhku tak ubahnya gerak tubuhnya
Dan setiap pikiran yang terlintas di otaknya tak berbeda jauh dengan pikiran yang melintas di otaknya
Ah aku menyukainya, tapi ia bukan Rekta
Ia tak ubahnya hanyalah permainan kata yang tersusun sedemikian rupa
Hingga terkadang bisa bermakna ganda dan membuat pembaca jadi gila
Dia bukan Rekta, tapi ia hanyalah rangkaian kata yang tersusun sedemikian rupa

--------------------------------------------------------END--------------------------------------------------------------------
Epilog :
Pagi- pagi sudah terbangun dan hal pertama yang aku lakukan hari ini adalah ingin membaca novel. Namun, baru membuka beberapa lembar halaman muka tiba-tiba beberapa kata mulai terangkai di otakku sampai akhirnya kubuka M. Word dan kutuangkan beberapa mililiter rangkaian kata di atas. Rangkaian kata di atas merupakan cerminan diriku, tentang awal dan akhir aku bisa jatuh hati pada rangkaian kata. Rekta adalah saudara jauhku yang sedari awal sudah mendeklarasikan dirinya untuk menjadi pengikut rangkaian kata. Dulu, aku hujat rangkaian katanya, aku hujat pula segala tingkah yang ia lakukan demi bisa merangkai kata, tak luput aku hujat pula rangkaian kata yang melintas di otaknya. Namun, setelah beberapa tahun aku tersadar aku jatuh hati pada apa yang ia cintai, rangkaian kata, aku melakukan hal yang sama yang ia lakukan.

Sabtu, 12 April 2014

Akar SUAP



Korupsi memang tidak pernah lepas dari kehidupan politik negara kita. Malahan korupsi Negara kita-lah yang menyumbangkan  peringkat teratas untuk kategori Negara yang paling tinggi tingkat korupsinya  di dunia. Namun bukan hanya korupsi yang sering mewarnai politik di Indonesia, salah satunya adalah suap-menyuap .
Masyarakat awam melihat orang-orang yang korupsi hanya dari media massa dan media cetak saja,padahal kita tidak pernah tahu bagaimana kehidupan para politikus-politikus itu. Kita juga tidak pernah tahu mungkin saja hampir semua dari mereka bisa duduk dikursi - kursi itu  juga dari cara yang kurang halal.Ya salah satu caranya dengan suap-menyuap. Ketika masa pemilu datang para partai berlomba-lomba untuk menjadi pemenang ,tapi betapa menyedihkannya ketika para mereka itu juga merasuki pikiran rakyat dan para pemuda dengan berbagai money-nya. Siapa yang money-nya paling banyak bisa lebih aman dari yang lain, dan orang mana yang dia begitu miskinnya sehingga dia menolak uang cuma-cuma dan itu benar-benar terjadi Indonesia bahkan di suatu pedesaan. Dan betapa menyedihkannya ketika hal itu dilakukan berulang-ulang kali sehingga sudah menjadi seperti kebiasaan di masyarakat. Dan sudah tidak menjadi hal yang tabu lagi.
Betapa pintarnya mereka yang telah mengajarkan atau menyebarluaskan kepada orang awam bahkan orang desa untuk belajar suap-menyuap. Ataukah betapa bodohnya mereka yang mau dibodohi oleh orang awam yang sejatinya orang awam itu akan memilih orang yang memang menjadi pilihan hatinya bukan orang yang telah memberinya money yang sekian-sekian itu. Atau masyarakat justru lebih memilih golput, golput juga adalah sebuah pilihan. Sebuah pilihan yang cukup bijak.
Atau pilihan lainnya adalah uang yang digunakan untuk suap menyuap itu, yang tiap orang mendapat jatah sekian-sekian itu dikumpulkan jadi satu lalu digunakan untuk memperbaiki fasilitas pendidikan di Indonesia yang sudah tidak karuan bentuknya, yang sekolah-sekolahnya sudah reyot-reyot dan atapnya bocor yang menyebabkan para murid tidak bisa mendengar penjelasan guru dengan baik dan akhirnya mereka menjadi politikus yang seperti tadi. Kalau sekolah-sekolah itu diperbaiki mungkin saja para calon politikus bisa belajar dengan nyaman dan bisa mendengarkan pelajaran dengan baik sehingga mereka akan menjadi politikus yang benar-benar benar dan tidak gampang dibodohi oleh orang - orang awam lagi.

Diketik oleh Septin Mulatsih Rezki pada 18 Juni 2011